Penggunaan Pukat Cincin dari Luar Labuan Bajo Rugikan Nelayan Lokal, 'Lagu Lama' Tanpa Solusi

Polairud Labuan Bajo mengamankan puluhan kapal ikan ilegal di Golomori
Sumber :
  • Alfons Abun

NTT VIVA – Nelayan tradisional Warloka, Pasir Panjang dan Golo Mori di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluhkan aktivitas penangkapan ikan oleh kapal-kapal besar dari luar yang menggunakan pukat cincin. Kapal-kapal itu melebihi kapasitas tonase yang diizinkan.

Viral ASN Kuningan Sawer Uang pada Jam Dinas, Pelaku Meminta Maaf

"Dari tahun 2017 kita masuknya hanya di dinas perikanan daerah tapi dari mereka menjawab mereka tidak punya wewenang dan yang berwenang hanya dinas perikanan provinsi," tutur Abdul Gani, nelayan asal Golo Mori kepada wartawan usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Manggarai Barat, Kamis 23 Januari 2024.

Abdul menceritakan sejak tahun 2017 hingga memasuki tahun 2025 ini tidak ada solusi dari pemerintah terkait maraknya kapal nelayan dari luar yang selalu broperasi di sekitaran perairan Nggoer.

Istri ke Taiwan, Pria Asal Bandar Lor Kota Kediri Nekad Ciptakan Lagu

"Baru terjadi kemarin lagi antara warga nelayan dengan kami sebagai nelayan setempat terjadi bentrok," kata Abdul.

Menurut Abdul, agar konflik antarnelayan tidak terus berkepanjangan, ia bersama puluhan nelayan lainya mendatangi Kantor DPRD untuk meminta ketegasan pemerintah terkait zonasi tangkapan nelayan tradisional lokal karena maraknya aktivitas penangkapan ikan oleh kapal-kapal besar dari luar yang menggunakan pukat cincin.

Gedung Baru Kantor Bupati Malaka Diresmikan, Bupati Simon Nahak : Ikon Baru Malaka

"Lalu kemarin itu ditangkaplah 23 kapal nelayan yang menjala. Dari hasil temuan kemarin itu ada nelayan jala rata-rata dari luar ada yang dari sini ada yang dari Manggarai, Manggarai Timur dan ada yang dari NTB," beber Abdul.

Sebagaiman yang diberitakan, polisi mengamankan puluhan unit kapal nelayan yang diduga melakukan penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan pada Selasa 21 Januari 2025.

Menurut Abdul, puluhan kapal nelayan yang ditangkap itu ada di antara mereka kantongi surat ijin dari daerah masing-masing, ada juga yang tidak punya surat ijin dan ada yang sudah tidak berlaku kembali.

“Kami tidak mempersoalkan ijinannya tapi wilayah tangkapan tadi karena berbenturan langsung dengan masyarakat lokal itu yang kami persoalkan," jelas Abdul.

Abdul membeberkan bahwa nelayan setempat masih menggunakan alat tangkap tradisional yang benar-benar ramah lingkungan seperti menggunakan perahu ketinting saat hendak mencari ikan. Kata dia, justeru nelayan dari luar itu dengan alat tangkapnya yang merusak lingkungan laut seperti gunakan pukat cincin.

"Panjangnya ini barang itu radius 500 sampai 1 Km, terus kedalamanya dari permukaan laut 40 meter, bayangkan kalau dia nangkap ikan yang dalamnya hanya 25 meter, apa tidak hancur karang di bawah. Sementara kami nelayan yang ada di sana benar-benar menjaga alam kami dengan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan," bebernya.

Hal senada juga disampaikan oleh Haji Idrus. Ia mempertanyakan regulasi yang disampaikan oleh dinas kelautan dan perikanan provinsi dan Dinas Perikanan Manggarai Barat yang tidak jelas penyampaiannya pada saat RDP berlangsung.

"Dia sudah mengatakan radius kalau pukat cincin itu 2 mil, tatapi kemudian kembali mengatakan tidak ada batas. Makanya kami tanyakan tadi apakah pantai Nggoer itu masuk dalam daerah tangkapan pukat cincin tidak, mereka tidak bisa menjawab itu," jelasnya.

"Jadi maksud kami tolong dipetahkan, kami tidak melarang menggunakan pukat cincin. Mereka punya hak hidup, tapi tolong dipetahkan di mana mereka broperasi, jangan di tempat nelayan-nelayan kecil ini," sambung Idrus.

Sementara itu, Kepala Desa Golo Mori, Samaila mengungkapkan bahwa keluhan dari masyarakat nelayan pesisir bagian selatan Labuan Bajo ini sudah sejak lama, bahkan sebelum dirinya menjabat sebagai kepala desa.

"Keluhan ini sebenarnya sudah lama, bahkan sebelum saya jadi kepala desa. Hanya kami sering menyampaikan keluhan ini ke dinas terkait terutama dinas perikanan bahkan saat itu sudah ke dinas perikanan provinsi, tetapi tindaklanjut dari keluhan kami itu tidak ada," ungkapnya.

"Nah, kemarin kalau saya tidak salah beberapa hari lalu warga dari Soknar itu datang langsung menghadap DPRD. Setelah mereka mengadu, muncul di media sosial baru direspons. Saya mengapresiasi kemarin teman-teman termasuk Polairud, TNI Angkatan Laut untuk cek lokasi apakah keluhan warga ini betul atau tidak. Ternyata keluhan dari warga ini bahwa hasil operasi kemarin itu benar bahwa memang mereka beroperasi di sekitar perairan Nggoer, sementara daerah itu adalah daerah tangkapan nelayan tradisional yang memancing. Dari situ kemarin makanya langsung ditindak dengan RDP hari ini," imbunya.

"RDP hati ini seperti yang kita saksikan tadi masih mengambang hasilnya. Tapi memang untuk kesimpulan terakhir tadi ada beberapa poin yang disampaikan oleh anggota dewan kalau saya tidak salah ada tiga poin salah satunya tadi adalah pembuatan perda terkait regulasi, pelayanan dan sosialisasi," cetusnya.

"Karena nelaya ini, jujur kalau satu hari tidak melaut mereka akan lapar karena mereka hanya mengandalkan mancing. Mancing ini yang notabene satu kali mancing dapat satu ekor. Kalau satu hari tidak turun yang jelas anak istri mereka pasti akan kelaparan. Oleh karena itu tadi kami berharap ada petunjuk buat kami. Kalau misanya pukat cincin terus beroperasi di wilayah tangkapan nelayan tradisional, kira-kira langkah apa yag diambil jangan sampai ada hal-hal yang tidak kita inginkan, karena sudah terjadi sering bentrok di sana. Kalau memang hasil investigasi kemarin gunakan pukat cincin itu melanggar sampaikan ke kami sehingga teguran sesama nelayan tidak terjadi kesalapahaman," terang Samaila.

Ia pun berharap kepada pemerintah apa yang menjadi keluhan warga saya ini supaya zonasi itu ditegakan, diperjelas supaya nanti tidak ada benturan dan nelayan tetap aman mencari ikan di wilyah mereka sendiri.

 

Nelayan Golo Mori rapat dengar pendapat dengan DPRD Manggarai Barat

Photo :
  • Alfons Abun

 

DPRD singgung ketegasan pemda

Anggota DPRD Manggarai Barat, Hasanudin, mengungkapkan keprihatinan atas maraknya aktivitas penangkapan ikan oleh kapal-kapal besar dari luar daerah yang menggunakan pukat cincin.

Menurutnya, aktivitas ini telah melanggar peraturan perundang-undangan dan berpotensi merusak ekosistem laut serta merugikan nelayan lokal.

"Kapal yang digunakan oleh masyarakat dari luar wilayah juga telah melebihi kapasitas Gross Tonnage (GT) yang diperbolehkan yaitu 30 GT untuk kegiatan penangkapan ikan. Realitanya ada banyak kapal dengan kapasitas hingga yang melebihi aturan GT-nya," ujar Hasanudin.

Nelayan tradisional yang selama ini menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan di wilayah tersebut kini terancam kehilangan mata pencahariannya akibat persaingan tidak sehat dengan kapal-kapal besar yang beroperasi secara ilegal.

Politisi Partai Perindo itu mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait untuk segera mengambil tindakan tegas. Ia meminta agar pengawasan terhadap aktivitas penangkapan ikan diperketat dan sanksi yang tegas diberikan kepada pelaku pelanggaran.

"Standarnya harus 4 GT. Jika ada kapal yang beroperasi dengan 20-30 GT, harus ada izin yang sesuai, dan izin tersebut tidak seharusnya dikeluarkan oleh pihak daerah, melainkan melalui proses yang lebih ketat," papar Hasanudin.

Selain itu, Hasanudin juga berharap agar pemerintah dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi nelayan lokal, termasuk fasilitas dan akses terhadap teknologi penangkapan ikan yang lebih modern.

“Dengan semakin kompleksnya permasalahan perikanan di Manggarai Barat, diharapkan langkah-langkah konkret dapat segera diambil untuk melindungi kelestarian sumber daya laut dan kesejahteraan nelayan di Manggarai Barat,” tandasnya.

Janji tindak kapal ilegal

Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Manggarai Barat, Haji Mengayung, mengakui bahwa masalah ini cukup kompleks, pihaknya akan segera mengambil tindakan tegas terhadap kapal-kapal yang beroperasi secara ilegal.

“Ini adalah persoalan rumit. Ada jangkauan tertentu yang dapat kami awasi dan dalam waktu dekat, kami akan mengambil tindakan tegas terhadap kapal-kapal ilegal ini,” ujar Mengayung.

“Rencana tindakan meliputi peningkatan pengawasan, pembuatan aturan yang lebih jelas terkait biaya dan kondisi penangkapan, serta koordinasi yang lebih intensif dengan pemerintah provinsi,” lanjutnya.

Selain itu, penjualan ikan hasil tangkapan ilegal ke luar daerah juga menjadi masalah serius. Praktik ini tidak hanya merugikan nelayan lokal, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi daerah.

“Hal ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat dengan nelayan lokal dan mengancam keberlangsungan mata pencaharian mereka,” tambahnya.

Puluhan kapal tangkap diamankan Polairud Labuan Bajo

Photo :
  • Alfons Abun

 

23 kapal hanya dikenakan sanksi administratif

Sedikitnya 23 unit kapal itu tak berkutik saat dihentikan tim patroli gabungan yang digelar Kapal KP. Kutilang 5005 Korpolairud Baharkam Polri, Ditpolairud Polda NTT dan Satpolairud Polres Manggarai Barat, pada Selasa 21 Januari 2025.

Kasat Polairud Polres Mabar, AKP Dimas Yusuf Fadhillah Rahmanto mengungkapkan, kapal-kapal nelayan itu diamankan petugas gabungan saat melaut di Perairan Golo Mori Labuan Bajo. "Benar, kami mengamankan 23 unit kapal nelayan berbagi ukuran. Saat diamankan, mereka tidak dapat menunjukkan surat izin penangkapan ikan yang masih berlaku. Surat itu harus ada jika ingin sah menangkap ikan," kata Kasat Polairud Polres Mabar, AKP Dimas Yusuf Fadhillah Rahmanto, Kamis 23 Januari malam.

Kapal yang diamankan petugas yakni kapal angkut ikan dan kapal tangkap ikan. Kebanyakan kapal tersebut berasal dari luar wilayah Kabupaten Manggarai Barat.

"Ada 4 unit kapal angkut ikan, yakni 3 unit kapal berasal dari Bima, NTB, 1 unit kapal berasal dari Manggarai. Kemudian ada 19 unit kapal tangkap ikan, terdiri dari 8 unit kapal dari Manggarai, 2 unit kapal dari Manggarai Timur, 1 unit kapal dari Ngada dan 8 unit kapal dari Manggarai Barat," sebutnya.

Ia juga menjelaskan keberadaan kapal itu diketahui berdasarkan laporan nelayan dari Soknar, Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat. Nelayan lokal resah dengan adanya kapal ilegal tak dikenali di perairan setempat.

"Mereka resah karena tangkapannya berkurang akibat masuknya puluhan kapal penangkap ikan dari luar daerah yang beroperasi di perairan itu tanpa memiliki izin resmi," jelas Mantan penyidik Ditpolairud Polda NTT itu.

Lanjutnya, setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan berkoordinasi dengan instansi terkait, para kapten kapal nelayan tersebut tidak dikenakan sanksi pidana melainkan sanksi administratif.

Penerapan ini sudah sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan.

"Penerapan sanksi administratif ini merupakan perwujudan keadilan restoratif (restorative justice). Para nelayan diarahkan untuk mengurus surat-surat izin yang telah kedaluwarsa maupun yang belum ada sama sekali di instansi terkait," tuturnya.