Sengketa Pilkada ke MK, KPU Sumba Barat Disorot Terkait DPT Tanpa NIK

Sengketa Pilkada ke MK
Sumber :
  • Ariyanto Kristian Tena

NTT – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumba Barat diduga melanggar hak pilih masyarakat dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat 2024.

 

Dugaan tersebut disampaikan Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 3, Agustinus Niga Dapawole dan John Lado Bora Kabba.

 

Hal itu terungkap melalui kuasa hukumnya, Vincent Suriadinata, dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin, 13 Januari 2025.

 

Paslon 3 merupakan Pemohon dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati (PHPU Bupati) Kabupaten Sumba Barat 2024 dengan registrasi Perkara Nomor 124/PHPU.BUP-XXIII/2025.

 

Dalam persidangan, Vincent menyebutkan bahwa KPU Sumba Barat telah meniadakan hak pilih atau partisipasi masyarakat terpencil dengan meniadakan TPS-TPS yang terjangkau.

 

Artinya, KPU Sumba Barat hanya mendirikan TPS pada tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh petugasnya tanpa mempertimbangkan keterjangkauan pemilih atau masyarakat terpencil.

 

Pemohon menilai bahwa peniadaan TPS di wilayah masyarakat terpencil tersebut merupakan suatu tindakan Pemohon yang dengan sengaja menurunkan tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Sumba Barat.

 

Hal ini dikarenakan implikasi atas peniadaan TPS di wilayah masyarakat terpencil tersebut, menurut Pemohon masyarakat terpencil yang mempunyai hak pilih akhirnya enggan menggunakan haknya dalam pemungutan suara.

 

Bahkan, Pemohon membuktikan bahwa partisipasi pemilih dalam Pilbup Sumba Barat hanya sekitar 66 persen dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 96.835 pemilih.

 

“Termohon telah dengan sengaja menurunkan tingkat pemilih sehingga ada 30.965 pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat pemungutan suara pada tanggal 27 November 2024,” ucap Vincent menjelaskan pokok permohonan.

 

Selain itu, Pemohon juga menyebutkan bahwa KPU Sumba Barat dengan sengaja tidak melakukan sosialisasi dan pendidikan politik secara baik bagi masyarakat.

 

Hal ini dibuktikan oleh Pemohon dengan tidak adanya pengumpulan massa untuk mensosialisasikan dan melakukan pendidikan politik bagi pemilih agar para pemilih memahami legitimasi calon bupati yang dipilih dengan berdasarkan partisipasi pemilih dalam Pilbup Sumba Barat 2024.

 

Bahkan, KPU Sumba Barat menurut Pemohon hanya memberikan DPT kepada Pemohon tanpa dilengkapi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) para pemilih.

 

Hal ini berdampak pada kesulitan Pemohon untuk mengoreksi data pemilih seperti pemilih ganda, pemilih telah meninggal dunia, dan pemilih yang telah pergi keluar dari Sumba Barat.

 

“DPT yang diberikan oleh Termohon seharusnya terdapat NIK sehingga hal-hal seperti di atas tidak terjadi, dan selain itu setiap pasangan calon dapat memverifikasi antara DPT dengan NIK, dan mengurangi potensi terjadinya pelanggaran Pilkada,” lanjut Vincent. 

 

Oleh karena itu, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk memerintahkan kepada KPU Sumba Barat agar melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

 

Pemohon juga meminta kepada Mahkamah untuk memerintahkan kepada KPU Sumba Barat agar memperbaiki DPT yang bermasalah atau tidak akurat untuk dimutakhirkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.