Ketika Uskup Budi Kleden dan Warga Poco Leok Satu Suara Tolak Geotermal

Uskup Agung Ende, Mgr.Paul Budi Kleden
Sumber :
  • Tangkapan Vido Cosmos yang Beredar

Kekerasan terhadap masyarakat oleh kepolisian terjadi berulang kali termasuk polisi juga melukai jurnalis yang getol memberitakan konflik Poco Leok.

Masyarakat adat Poco Leok yang terdiri dari 14 Gendang (rumah adat) sejak awal menyatakan sikap menolak keras rencana perluasan proyek PLTP Ulumbu karena khawatir proyek ini akan menghilangkan tanah yang jadi ruang hidup serta merusak sumber air.

Adapun masyarakat adat yang menolak meliputi Gendang Lungar, Gendang Tere, Gendang Jong, Gendang Rebak, Gendang Cako, Gendang Ncamar, Gendang Nderu, Gendang Mori, Gendang Mocok, dan Gendang Mucu.

“Dari total populasi Poco Leok sekitar 3000 jiwa hanya 1 persen yang mendukung mereka itu orang berdarah Poco Leok tapi tinggal di luar Poco Leok. Mereka setuju karena bukan mereka yang nantinya terkena efek pengeboran panas bumi tapi kami yang tinggal di dalam,” ujar Masyudi, Koordinator Gerakan Tolak Geotermal Poco Leok.

Ancaman keselamatan jiwa juga muncul dari risiko kebocoran gas yang menyebabkan kematian dan keracunan di lokasi geothermal di tempat lain seperti Sorik Marapi dan Mataloko Ngada.

“Masyarakat Poco Leok tidak akan berkompromi dalam menghadapi potensi kerusakan terhadap lingkungan, tanah, air, dan kehidupan masyarakat. Tidak akan ada ruang untuk diskusi atau pendekatan kompromi selama rencana pengembangan geothermal ini masih ada,” cetus Masyudi.

“Walaupun ini proyek strategis nasional kami tetap melawan. Sampai kapan pun kami melawan. Aroma pelanggaran HAM proyek ini mulai terlihat. Perlawanan kami sudah berlangsung selama 2 tahun dan akan terus berlanjut,” lanjutnya.