Ritus Teing Hang Ritual Wajib Tutup Tahun dan Pesan Melawan Lupa

Ritus Teing Hang
Sumber :
  • Jo Kenaru

Manggarai- Buku Ritus-Ritus Adat yang dirilis akhir tahun 2024 mengulas mitos dan ritus yang melekat pada tradisi masyarakat Manggarai Nusa Tenggara Timur sebagai dua fenomena agama asli yang sama-sama penting.

ASN di Manggarai Kesulitan Login Absensi Online SIMPEGNAS, BKPSDM Beri Penjelasan

Mitos dihayati lewat upacara ritual dimana manusia bisa meniru,mengulangi dan menghasilkan kembali apa yang telah dilaksanakan ”in illo tempore” oleh makhluk adikodrati.

Para penulis dalam buku itu memberi definisi manusia bersatu kembali dengan yang ilahi itu dan dengan berpartisipasi secara simbolis dalam ”keadaan asali” makhluk-makhluk ilahi itu manusia memperoleh keselamatan.

KPU Sebut Tim Penghubung Paslon Hadir Penetapan, Tim Mario-Richard: Itu Tidak Benar

Dengan demikian ”mitos” memiliki fungsi eksistensial, fungsi legitimatif ritus yang dilaksanakan manusia.

Kegiatan- kegiatan manusia mendapat pendasarannya pada mitos.

Kajari Manggarai Merespon Tudingan Pengacara Ali Antonius terkait Sengkarut MMI

"Jika ritus adalah agama dalam tindakan maka mitos adalah agama dalam hakikatnya” bunyi salah frasa buku tersebut.

Ritus adalah perayaan syukur kepada Tuhan yang dikenal sebagai ”Ine Wie Ame Mane”. Ritus pelbagai jenis ini adalah syukur lewat torok atau doa yang menjadi bagian utama dari sebuah ritus.

Doa dan torok mereka menyatakan iman mereka akan Tuhan yang peduli, Tuhan yang terlibat, Tuhan yang dekat, sedekat siang dan malam, Tuhan sebagai pribadi yang ”toe nggeru deu toe lelo tadang”, yang belaskasihnya berlimpah-limpah ”kembus neho wae teku, mboas neho wae woang”.

Manusia bersyukur karena mereka mengalami kesejahteraan hidup, kedamaian, kecukupan, bahkan kelimpahan.

Ritual orang Manggarai dapat dilihat dari jenis dan waktu pelaksanaannya, yakni: ritual yang berkaitan dengan proses awal kehidupan manusia, yaitu: kehamilan, masa nifas dan menopausme.

Kemudian ritual yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan interaksi sosial, yaitu mata pencaharian, penyakit, perkawinan, syukuran dan selamatan, sumbangan sosial dan ritual yang berhubungan dengan transisi antara kehidupan dunia dan akhirat yaitu kematian.

Ritus Teing Hang

Photo :
  • Jo Kenaru

Teing Hang

Ritus Teing Hang Salah satu karya spiritual yang berhubungan dengan tema syukuran adalah ritus Teing Hang yang dilaksanakan setiap pergantian tahun.

Tradisi Teing Hang berarti memberi makan roh ayah ibu atau anggota keluarga dari sebuah klan.

Pada malam jelang tutup tahun setiap rumah tangga orang Manggarai raya yang meliputi Manggarai, Mangarai Timur dan Manggarai Barat mempersembahkan ayam jantan putih kepada roh orang tua dan leluhur.

Menggunakan narasi adat atau Torok, ritus Teing Hang berisikan ucapan syukur kepada sang pencipta sekaligus memohon pertolongan agar kehidupan di tahun baru bisa lebih baik dari tahun sebelumnya.

Dalam bagian lain buku tersebut menjelaskan bahwa torok atau doa ritual itu bermakna sebagai kebutuhan manusia akan keselamatan ”hic et nunc” atau keselamatan yang dekat bukan keselamatan yang jauh.

Masyarakat Manggarai meyakini di dalam doa adat ini terjadi inkarnasi atau hadirnya kembali keselamatan primoridial bagi seluruh komunitas orang Manggarai.

Dengan demikian ritus-ritus adat merupakan saat menghadirkan kembali benih-benih inkarnatif keselamatan primordial yang didambakan semua orang Manggarai.

Ritus Teing Hang

Photo :
  • Jo Kenaru

Pesan melawan lupa

Salah satu penulis buku Ritus-Ritus Adat Manggarai, Kanisius Theobaldus Deki mengatakan, kekuatan ritual Teing Hang menitikberatkan pada sebuah keyakinan bahwa leluhur atau keluarga yang sudah meninggal adalah penyambung pesan orang hidup dan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Magister Teologi jebolan Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero itu menerangkan, empo (leluhur) ataupun roh mama dan bapa (ende-ema) yang telah berpulang sebagai pengingat sanak keluarga yang masih hidup agar tidak boleh lupa bahwa hidup pada prinsipnya tak pernah final.

"Ritual teing hang empo pada acara tutup tahun di Manggarai adalah kenyataan tak terbantahkan tentang keterjalinan sejarah hidup manusia dan teori melawan lupa," ungkap Deki.

"Apakah yang terjadi jika ada amnesia kronis melanda manusia?. Semua kebaikan akan terhapus tanpa cerita. Bahkan kenangan akan kehilangan dayanya di hadapan kekuasaan peristiwa hidup yang terus berlanjut. Lebih lebih celaka lagi, orang tidak bisa belajar dari sejarah. Kesadaran akan kebaikan masa lalu menyebabkan muncul kerinduan untuk menulis sejarah sebuah upaya mencatat kembali apa yang terjadi di waktu lampau," sambungnya.

Dia menjelaskan, roh leluhur, ende agu ema (mama dan bapak) adalah bukti penciptaan yang berkesinambungan.

"Pertanyaan mengapa orang Manggarai masih terikat pada tradisi semacam itu?. Ritual Teing Hang pada galibnya adalah sebuah mimesis akan mengalirnya waktu dan peristiwa-peristiwa. Kebersamaan dalam situasi yang bahagia, kisah tentang keberhasilan dan kesuksesan bahkan kegagalan yang lalu memberi pesan kuat untuk lebih berusaha adalah tirisan refleksi pengikat memori," tekan Dosen STIE Karya Ruteng ini.