Revolusi Kendaraan Listrik Tiongkok Bagaimana Shenzhen Mengalahkan Guangzhou

Pelabuhan Industri Mobil Tiongkok
Sumber :
  • antaranews

NTT VIVA - Pada zaman Victoria, kritik terhadap pemerintahan sering kali dilakukan dengan cara yang sangat kreatif. Salah satunya adalah lewat karya satiris yang penuh sindiran, seperti yang dilakukan oleh Gilbert dan Sullivan dalam opera The Mikado. Meskipun berlatar di Jepang, opera ini sesungguhnya adalah sindiran tajam terhadap birokrasi Inggris dan kemunafikan sosial yang terjadi pada masa itu. Kini, di dunia yang serba cepat dan penuh perubahan, sebuah transformasi besar sedang berlangsung, dan Tiongkok menjadi pusat dari Revolusi Kendaraan Listrik (EV).

Infinix Merajai Pasar! 6 HP Terlaris April 2025 dengan Spek Kamera 108MP & AMOLED 120Hz

Pelajaran penting yang dapat dipetik dari dua kota di Tiongkok, Guangzhou dan Shenzhen, menunjukkan bagaimana keputusan strategis yang tepat bisa mengubah nasib sebuah kota, atau bahkan negara.

Guangzhou, ibu kota Provinsi Guangdong, dulu merupakan pusat industri otomotif terbesar di Tiongkok, dengan pabrik-pabrik yang bekerja sama dengan produsen otomotif besar seperti Toyota, Honda, dan Nissan. Namun, meski pasar Tiongkok mulai beralih ke kendaraan listrik, Guangzhou gagal menyadari perubahan ini. Produsen asing yang dominan di kota ini justru lebih memilih teknologi hidrogen dan kendaraan hybrid konvensional, yang terbukti tidak mampu bersaing dengan tren kendaraan listrik berbasis baterai (BEV).

Polisi Tangkap Mantan Artis Kolosal Sekar Arum, Tersangka Kasus Uang Palsu Skala Besar

Keputusan ini mengarah pada penurunan yang signifikan dalam produksi mobil di Guangzhou. Pada 2024, produksi mobil di kota ini turun 20% menjadi hanya 2,5 juta unit, sementara konsumen Tiongkok beralih ke merek lokal yang lebih fokus pada kendaraan listrik. Keberhasilan Guangzhou yang dulu mengarah pada penurunan tajam, karena ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan preferensi konsumen.

Berbeda dengan Guangzhou, Shenzhen berhasil memanfaatkan momen perubahan besar ini. Terletak di dekat Hong Kong, Shenzhen telah berkembang menjadi pusat Revolusi EV, dengan BYD sebagai pionir utama. Pada 2022, BYD mengambil keputusan berani untuk berhenti memproduksi kendaraan bermesin pembakaran internal (ICE) dan sepenuhnya berfokus pada mobil listrik dan hybrid plug-in. Keputusan ini berbuah manis. Pada 2024, produksi kendaraan di Shenzhen melambung 65%, mencapai 2,9 juta unit, menggeser Guangzhou sebagai kota dengan produksi otomotif terbesar di Tiongkok.

Kalah Telak dari Korea Utara, Timnas Indonesia U-17 Picu Dugaan Pemain Lawan Curangi Usia di Kualifikasi Asia

Lebih dari sekadar angka produksi, keberhasilan Shenzhen juga mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Ekonomi Shenzhen tumbuh lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan Guangzhou, yang hanya mencatatkan pertumbuhan 2,1% pada periode yang sama. Keberhasilan ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi industri otomotif, tetapi juga berkontribusi pada perubahan sosial dan lapangan pekerjaan yang lebih berkelanjutan di sektor kendaraan listrik.

Namun, seperti dalam setiap perubahan besar, ada dampak sosial yang perlu diperhatikan. Banyak pekerja di industri otomotif tradisional yang harus menghadapi kenyataan pahit. Salah satunya adalah Zhang, mantan karyawan di perusahaan elektronik yang menjadi pemasok Honda dan Tesla. Ia kini bekerja sebagai pengemudi Didi setelah kehilangan pekerjaan akibat penurunan permintaan kendaraan bermesin pembakaran. Bahkan ketika produsen seperti Honda akhirnya beralih ke produksi mobil listrik di Guangzhou, kapasitasnya terbatas dan mengandalkan otomatisasi yang menggantikan tenaga kerja manusia.

Halaman Selanjutnya
img_title