Tinju Adat "Etu" di Nagekeo, NTT: Simbol Pengorbanan dan Kesuburan
- Ignas Picture
Nagekeo, NTT ViVa– Salah satu tradisi dan warisan budaya masyarakat dari Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah tinju adat, yang lebih dikenal dengan sebutan Etu.
Tradisi ini dilakukan turun temurun sebagai ungkapan syukur atas panen yang diperoleh. Tinju adat ini sebagai simbol pengorbanan dan kesuburan. Ritual ini bertujuan untuk mempererat persaudaraan, memupuk konsistensi, dan menghargai satu sama lain untuk membentuk karakter yang baik.
Etu dilaksanakan di tempat terbuka. Petarung biasanya diutus dari berbagai kampung dan memiliki usia serta kemampuan fisik yang sebanding. Ritual ini seringkali diikuti oleh anak muda yang mencari jati diri. Biasanya, seorang petarung, sebelum memulai ritual Etu, harus memohon pertolongan Tuhan dan leluhur.
Tinju adat Etu di Nagekeo
- Istimewa/ Sevrin Waja
Sarung tinju unik dan aturan main
Tinju Adat Etu memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan tinju konvensional. Meskipun tidak menggunakan sarung tinju, petarung menggunakan bahan-bahan alami yang keras seperti ijuk, sabut kelapa, tanduk kerbau, dan tulang daun aren untuk melindungi tangan mereka selama pertarungan.
Kedua petarung wajib mengenakan kain tenun adat arena/loka etu sesuai masing- masing wilayah fungsionaris adat.
Dalam arena tinju dipimpin oleh satu wasit sekaligus seka atau melerai serta Sike sebagai pengendali personal petinju atau memacu petinju maju menyerang atau mundur menghindari serangan Tinju adat adalah rangkaian dari kalender budaya pertanian yaitu berada diantara fase pasca panen, setiap tahun sekali sebagai tanda ucapan syukur kepada Tuhan dan leluhur atas panenan di tahun itu sekaligus meminta perlindungan untuk kehidupan dan pertanian di waktu yang akan datang. Adapun jadwal pelaksanaan Etu biasanya berbeda-beda di beberapa tempat.
Di Kampung Ngegedhawe, Desa Ngegedhawe misalnya terjadi di setiap tanggal 10 Juli, sementara Suku Nataia di Desa Olaia biasanya rutin melaksanakan ritual ini setiap tanggal 10 sampai dengan 13 Juli.
Kemudian tinju adat di Kampung adat Gero Desa Gerodhere terjadi di tanggal 15 Juli, sementara itu tinju adat di Kampung Dhereisa biasanya dilaksanakan setiap tanggal 23 Juli. Sementara itu di Kampung wisata Kawa Etu dilaksanakan setiap tanggal 23 Agustus dan di Kampung Labo Etu digelar setiap tanggal 28 Agustus.
Untuk diketahui para Wisatawan, Etu akan menjadi unik karena manakala para petarung itu mengalami luka atau cedera kena pukulan tinju maka selesai bertinju para petarung diolesi ludah dalam sebuah ritual oleh Tetua Adat atau yang lebih dikenal dengan istilah Nete tanpa pengobatan medis sekalipun namun luka akan sembuh mengering dengan sendirinya.
Anda para pengunjung dipastikan sangat menikmati acara ini karena ada suguhan tarian daerah yang unik dan menghibur yang disebut Dero.
Pesta budaya ini konon berlangsung sampai pagi hari. Secara keseluruhan di Kabupaten Nagekeo ada 31 Loka Etu atau arena Tinju adat yang selama menyelenggarakan Tinju Adat secara rutin.
Nah, bagi anda yang ingin berkunjung dan menyaksikan tinju adat maka akan dipandu oleh pemandu lokal. Tinju Adat Etu menawarkan pengalaman unik bagi wisatawan yang mengunjunginya untuk pertama kalinya.