Jejak Jepang di Nagekeo: Bunker-Bunker Peninggalan Perang Dunia II yang Terlupakan
- Sevrin Waja
Nagekeo, NTT ViVa– Pendudukan Jepang di Indonesia selama perang Dunia ll berkecamuk selama 3,5 tahun. Banyak meninggalkan jejak sejarah yang masih dijumpai hingga hari ini.
Di Kabupaten Nagekeo, NTT, misalnya, jejak peninggalan tentara Jepang yang masih bisa dilihat yakni bungker pertahanan dan persembunyian mereka. Bungker berupa gua yang digali melingkar menembus bukit ini tersebar di wilayah Utara Kabupaten Nagekeo yakni di Kecamatan Aesesa, tepatnya di Desa Aeramo dan Kelurahan Lape.
Bunker-bunker tersebut ditemukan di beberapa lokasi seperti bukit Rane dan Bukit Sangatoro, dibangun dengan konstruksi yang kuat dan dirancang untuk bertahan dari serangan musuh. Salah satu bungker yang mudah dilihat dan dijangkau yakni yang berada di bukit Rane, Kobafesa, Desa Aeramo karena lokasinya tepat di pinggir jalan trans Utara Flores.
Bungker berukuran tinggi 2 meter, diameter kurang lebih 2 meter dan panjang kurang lebih 45 meter ini dibuat oleh tentara Jepang. Pembangunannya memanfaatkan warga lokal dengan sistem kerja paksa (Romusha) guna melindungi diri dari serangan Sekutu saat perang Asia Timur Raya berkecamuk.
Bunker ini menjadi salah satu dari 13 gua peninggalan Jepang di wilayah Mbay, Kabupaten Nagekeo. Sementara itu, di Bukit Sangatoro, terdapat enam bunker yang panjangnya bervariasi, dengan bunker terpanjang mencapai sekitar 28 meter.
Konstruksi bunker ini tidak hanya menunjukkan keahlian militer Jepang dalam membangun struktur pertahanan, tetapi juga menegaskan betapa pentingnya Nagekeo untuk kepentingan perang melawan Sekutu.
Selain berada di Bukit Rane dan Kelurahan Lape, peninggalan Jepang juga terdapat di Bukit Okiwajo, Desa Aaeamo. Jejak Jepang di Okiwajo berdasarkan cerita masyarakat setempat digunakan sebagai markas dan tempat tinggal. Jejak peninggalan seperti beton bak air juga masih kokoh hingga sekarang.
Rumor yang beredar di masyarakat bahwa sebelum tentara Jepang meninggalkan Flores, tentara Jepang menguburkan semua peralatan perang mereka mulai dari mobil, persenjataan, granat hingga bom di wilayah sekitar bukit, kemudian dilapisi beton di Bukit Oki Wajo yang berjarak kurang lebih 3 kilometer dari jalan Mbay-Maumere.
Selama pendudukan Jepang di Indonesia antara tahun 1942 hingga 1945, Nagekeo khususnya wilayah Utara menjadi salah satu lokasi strategis bagi militer Jepang.
Kapten Tasuku Sato seorang panglima perang Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dalam bukunya berjudul Aku Terkenang Flores (I Remember Flores) mengisahkan tentara Jepang mulai masuk wilayah Flores tahun 1943.
Meski menuai kritik karena Tasuku Sato tidak menggambarkan potret kekejaman mereka terhadap rakyat Indonesia saat itu, buku I Remember Flores setebal 224 menarik untuk dibaca jika ingin mengetahui lebih detail pendudukan Jepang di Flores.
Bekas Landasan Pacu Bandara Jepang di Desa Tonggorambang, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT.
- Sevrin Waja
Membangun bandara
Wilayah Utara Flores dinilai ideal dijadikan benteng pertahanan. Bahkan berdasarkan catatan sejarah, selain bungker, tentara Jepang juga membangun bandara yang berlokasi di Tonggorambang.
Bandara yang jejaknya juga masih dapat terlihat hingga hari ini disebut sebagai bandara pendukung pertahanan laut Jepang bersama Surabaya dan Morotai. Di lokasi bandara, landasan pacu serta hanggar pesawat tempur Kekaisaran Jepang seperti Mitsubishi A6M2 Zero, Nakajima Ki-84, dan G4M juga masih terlihat jejaknya.
Tentara Kekaisaran Jepang menjadikan Mbay sebagai penopang mobilitas logistik ketika pecah perang Pasifik. Jejak peninggalan Jepang di Nagekeo tidak dapat dipisahkan dari sejarah pendudukan Kekaisaran Jepang di Indonesia.
Wilayah ini menjadi saksi bisu dari upaya militer Jepang untuk memperkuat kekuasaan mereka di kawasan Asia Tenggara dengan tujuan memenangkan perang melawan Amerika dan sekutunya.
Meskipun Jepang akhirnya kalah perang lalu menyerah tanpa syarat pasca Amerika menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, keberadaan bunker-bunker ini menjadi bukti nyata dari jejak mereka di Kabupaten berjuluk The Heart of Flores itu.
Bunker-bunker Jepang selain sebagai jejak sejarah yang menyimpan cerita masa lalu, juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah. Namun sayangnya, wisatawan baik lokal maupun mancanegara jarang mengunjungi situs-situs bersejarah ini karena tidak ditata dan dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah setempat.