Ancaman Hak Dasar dan Kerusakan Lingkungan Proyek Geotermal di Flores Dibawa ke Sidang HAM PBB
- Tangkapan layar
NTT VIVA– Pada Senin, 3 Maret 2025, sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB di Jenewa, Swiss, membahas penolakan proyek geotermal oleh masyarakat lokal di Flores Indonesia.
Sidang ini menyoroti isu-isu penting terkait kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap hak-hak dasar manusia, termasuk hak atas tanah dan sumber daya alam.
"Kami menegaskan bahwa partisipasi masyarakat dan pertimbangan dampak jangka panjang harus menjadi prioritas utama dalam pengambilan keputusan terkait proyek geotermal," kata Fabian Onyekachi Adindu dari Vivat Internasional yang ditunjuk sebagai pembicara dalam sidang HAM tersebut.
Onyekachi Adindu Proyek memaparkan, panas bumi di Flores, Indonesia, mempunyai potensi besar dalam bidang energi ramah lingkungan, namun juga menimbulkan tantangan besar terhadap hak asasi manusia, khususnya bagi masyarakat adat.
“Komunitas-komunitas ini, yang kaya akan warisan budaya dan penjaga tanah, layak untuk didengarkan saat kita menavigasi titik temu antara pembangunan berkelanjutan dan hak asasi manusia,” tekan Onyekachi dalam sidang tersebut.
Vivat International mengemukanan kekhawatiran yang timbul sehubungan dengan proyek panas bumi meliputi: Pertama, kekhawatiran akan pengungsian di mana lebih dari 2.000 masyarakat adat melaporkan adanya ketakutan akan pengungsian akibat pembebasan lahan yang diperlukan untuk proyek tersebut. Kedua, hilangnya mata pencaharian. Penelitian menunjukkan bahwa 65% rumah tangga lokal bergantung pada pertanian, yang mungkin terancam oleh operasi industri. Ketiga, dampak Lingkungan. Penilaian lingkungan hidup pada tahun 2022 menyoroti potensi risiko seperti kontaminasi udara dan air, yang berdampak pada kesehatan dan pertanian.
“Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan sangatlah penting saat ini. Sambil memuji janji pemerintah untuk melindungi para aktivis lingkungan hidup, kami juga mengulangi seruan para pemimpin adat agar mengakui dan menghormati hak atas tanah mereka dengan menggunakan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat sebagai panduan,” cetus Onyekachi Adindu.