Studi Banding Geotermal Memantik Dugaan Gratifikasi, Praktisi Hukum: Forkopimda Bisa Dituduh Mendapat Sesuatu
- Istimewa
Manggarai, NTT VIVA– Bupati Manggarai Nusa Tenggara Timur, Heribertus Nabit bersama Forkompinda, DPRD, pimpinan OPD, masyarakat serta wartawan melakukan studi banding geotermal ke PLTP Lahendong, Tomohon, Sulawesi Utara pada 9-12 Maret. Seluruh biayanya ditanggung PT PLN.
Praktisi hukum, Siprianus Edi Hardum berpandangan, jika studi banding melibatkan Kapolres, Dandim dan Kajari Manggarai di tengah gelombang protes menolak pengembangan geotermal di Poco Leok maka dapat dibaca sebagai sesuatu yang dipaksakan terutama ketika Kapolres, Dandim dan Kajari masuk dalam tim studi banding tersebut.
Doktor hukum dan pengacara di Jakarta ini mengulas 'kemesraan' antara kepala daerah, Forkopimda dan korporasi cenderung menyuburkan praktik gratifikasi dan korupsi.
“Saya mengingatkan Forkompinda Manggarai khususnya dan se-NTT umumnya bahkan seluruh Indonesia, bahwa suburnya korupsi di daerah sejak dulu dilanggengkan dengan adanya Forkopimda. Forum ini tidak ada gunanya untuk mewujudkan masyarakat yang bebas dari tindak pidana korupsi karena forum ini lebih bersifat mengakomodir persengkokolan di bawah payung atas nama keamanan, ketenteraman dan ketegangan masyarakat,” papar Edi Hardum melalui WhatsApp, Sabtu, 15 Maret 2025 malam.
“Sehingga tidak heran banyak sekali pejabat daerah tidak terjerat korupsi. Kalau pun ada hanya satu dua dan itu pun paling tinggi setingkat kepala dinas, sedangkan bupati wakil bupati tidak tersentuh,” imbuhnya.
Indikasi semacam itu, sambungnya, memantik dugaan publik bahwa Forkompinda Manggarai mendapat sesuatu dari perjalanan studi banding di Sulawesi Utara atau dari proyek Geothermal Poco Leok.
“Karena itu, pimpinan aparat penegak hukum perlu menjaga jarak dalam setiap proyek yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat,” ungkapnya lanjut.