Ketua Kampus STIE Karya Ruteng Diduga Amputasi Hak Mengajar Dosen

Foto: Ilustrasi Dosen
Sumber :
  • Istimewa

 

Kasus Dosen LM: Tindakan Yayasan dan Ketua Kampus STIE Ruteng Diduga Langgar UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Dosen

NTT VIVA - Ketua  Sekolah dari Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Karya Ruteng, Kabupaten Manggarai, membatasi hak salah satu dosen berinisial LM dengan tidak memberikan hak untuk mengajar.

Tindakan yang dilakukan oleh pihak Ketua Sekolah terhadap dosen LM di nilai melanggar ketentuan undang-undang yang mengatur tentang dosen.

10 Destinasi Wisata Wajib di Nusa Tenggara Timur yang Harus Kamu Kunjungi

Dalam pasal 60 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  mengatakan bahwa dosen melaksanakan Pendidikan dan Pengajaran. 

Kemudian, dalam pasal 1 ayat 9 dan 14 UU No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi berbunyi "Tridharma adalah kewajiban perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan  Pendidikan ,Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, dan Dosen adalah Tenaga Profesional dengan tugas utama mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui Tridharma".

Tips Sehat Saat Libur Lebaran, Jaga Pola Makan dengan Diet Seimbang

Selain itu, regulasi yang mengatur tentang Dosen juga termuat dalam Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2009. Kemudian yang terbaru, Permendikbud ristek nomor 44 tahun 2024 tentang Profesi Dosen, Karier dan Penghasilan Dosen.

Diketahui, Dosen LM tersebut mengajar mata kuliah Manajemen di Kampus STIE Karya Ruteng dan sudah mengabdi 7 tahun lebih. LM merupakan alumni Jogja dengan jurusan pendidikan S1 manajemen dan S2 Manajemen sehingga sangat linear dengan kampus tempat ia mengajar, saat ini Dosen LM tidak diberikan hak untuk mengajar oleh Ketua sekolah STIE Karya.

Atas tindakan yang dilakukan oleh ketua sekolah yang dinilai tidak beretika, menyalahi kode etik Dosen, LM merasa dikecewakan dan dirugikan. Karena karir akademiknya merasa telah diamputasi oleh pihak yayasan dan ketua STIE Karya Ruteng.

Hal ini diungkapkan oleh Dosen LM, saat ditemui oleh NTT VIVA dirumahnya, pada Sabtu sore, 22 Maret 2025.

"Saya sangat kecewa. Saya semacam tidak dianggap dan dihargai. Saya merasa hak saya sebagai dosen, diamputasi oleh yayasan dan ketua sekolah," ujar Dosen LM

Kepada media, alumni PMKRI Jogjakarta ini mengatakan bahwa dirinya tidak diberikan tugas Pengajaran tanpa alasan yang jelas karena secara tertulis tidak pernah disampaikan.

"Saya tidak bermasalah secara akademik, pelaporan Beban Kerja Dosen(BKD) setiap semester memenuhi semua. Tetapi tidak memberikan kesempatan kepada dosen menjalankan tugas pokok," ungkapnya.

Dosen LM juga membeberkan bahwa awal mula dirinya dikecewakan oleh pihak kampus, ketika terbitnya dua SK pengajaran di Bulan Februari tahun 2025.

"Dalam SK pertama yang dikeluarkan oleh Ketua STIE, saya diberikan hak mengajar hanya 1 mata kuliah. Tiba-tiba, terbit lagi SK kedua, saya tidak mendapatkan mata kuliah untuk mengajar," bebernya

"Karena merasa didiskriminasikan, saya kemudian mengajukan keberatan dengan membuat surat yang memuat poin peninjauan kembali terhadap SK tersebut. Tetapi, surat keberatan saya tidak direspon," bebernya lagi

Menurut Dosen LM, kampus harusnya tidak boleh semena-mena terhadap dosen. Karena regulasi secara jelas untuk kerangka memayungi kampus dalam melindungi dosen.

"Bahkan dalam tataran akademik, pihak yayasan seharusnya tidak boleh ikut campur. Apa gunanya ketua sekolah, kalau yayasan juga ikut campur," terangnya .

Lebih lanjut, Dosen LM juga mengaku bahwa dirinya sebagai dosen dengan jabatan Fungsional Asisten Ahli (AA). Yang mana dalam aturannya, jabatan fungsional menunjukkan kedudukan tugas, tanggung jawab dan hak seorang dosen dalam Tridharma.

"Dalam pengaturan beban kerja dosen diatur ketentuan mengenai jabatan fungsional untuk pelaksanaan Tridharma diantaranya pengajaran minimal 9 SKS," tegas.

"Pihak yayasan dan kampus sedang berupaya menghambat karir akademik saya," tegasnya lagi.

"Apa yg terjadi kepada saya sebetulnya mereka tidak paham aturan saja. Kalau paham aturan ya mereka tidak melakukannya," tutupnya.

Media ini telah berupaya menghubungi Ketua STIE, Kirenius C.C Watang, untuk minta diwawancara secara langsung namun tidak ada tanggapan. Padahal pesan Whatsapp sudah centang dua biru yang artinya sudah di baca oleh pihak penerima pesan.